Trenggalek – Kondisi cuaca di lautan yang tidak menentu sering kali menyebabkan kecelakaan laut hingga anjloknya hasil tangkapan ikan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengajak para nelayan di Kabupaten Trenggalek memanfaatkan teknologi informasi cuaca maritim agar dapat melaut dengan lebih aman dan efisien.
Upaya ini diwujudkan melalui kegiatan Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN) yang digelar BMKG Tanjung Perak di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Prigi, Trenggalek. Sebanyak 70 nelayan dan penyuluh perikanan mengikuti pelatihan tersebut. SLCN merupakan program edukasi BMKG yang telah berjalan sejak tahun 2017 di 22 lokasi dan bertujuan meningkatkan literasi cuaca dan iklim bagi masyarakat pesisir yang rentan terhadap perubahan iklim serta cuaca ekstrem.
Direktur Meteorologi Maritim BMKG, Eko Prasetyo, mengatakan, kegiatan SLCN tahun ini mengusung konsep "Goes to Field" dengan tema "Mewujudkan Nelayan dengan Hasil Tangkapan Meningkat dan Aman Berbasis Info Cuaca". Melalui program ini, BMKG berupaya mendekatkan informasi cuaca dan iklim kepada para pelaku kegiatan di laut agar lebih siap dalam menghadapi kondisi cuaca yang berubah-ubah.
"Dengan SLCN ini seluruh peserta akan dipahamkan dan diedukasi untuk memperoleh informasi cuaca maritim yang mudah diakses dan cepat dipahami. Sehingga masyarakat tidak perlu bingung lagi untuk mendapatkan informasi cuaca untuk kegiatannya sehari-hari," kata Eko, Sabtu (1/11/2025).
Para peserta dibekali sejumlah materi, di antaranya tentang alat pengamatan cuaca meteorologi maritim yang ada di laut agar nelayan mengetahui sekaligus ikut menjaga peralatan tersebut, serta cara membaca dan mengakses informasi cuaca maritim, termasuk tinggi gelombang, arah dan kecepatan angin, serta arus laut.
Selain itu, nelayan juga diperkenalkan dengan aplikasi Indonesian Weather Information for Shipping (INA-WIS), sistem daring milik BMKG yang dapat diakses melalui https://maritim.bmkg.go.id/inawis. Aplikasi ini menyediakan informasi prakiraan cuaca maritim hingga 10 hari ke depan serta lokasi daerah tangkapan ikan (fishing ground), sehingga nelayan dapat menentukan waktu dan lokasi melaut yang aman dan produktif.
"Dengan informasi dari BMKG, nelayan Prigi bisa merencanakan kegiatan melaut agar lebih efisien dan dapat meminimalisir terjadinya kecelakaan laut jika cuaca buruk. Kondisi ekstrem memang bisa terjadi kapan saja, tapi lewat INA-WIS nelayan bisa tahu lebih awal," ujar Eko.
Ia juga mengingatkan agar nelayan tidak hanya mengandalkan ilmu titen atau pengalaman turun-temurun dalam membaca cuaca, karena metode tersebut tidak selalu akurat.
"Angin, tinggi gelombang, dan sebagainya harus benar-benar dipahami. Jangan hanya berdasarkan perkiraan pribadi karena seringkali itu yang menyebabkan kecelakaan di laut," tambahnya.
Dalam kesempatan tersebut, BMKG juga mengajak para nelayan untuk ikut menjaga berbagai perangkat teknologi cuaca yang terpasang di tengah laut, karena alat-alat itu memiliki fungsi vital dalam mendukung layanan informasi cuaca maritim.
Selain di Trenggalek, program SLCN tahun 2025 juga digelar di tiga lokasi di Jawa Timur, dengan Trenggalek menjadi daerah kedua. Hingga tahun 2025, SLCN Jawa Timur telah menghasilkan 1.940 alumni yang tersebar di wilayah pesisir dan menjadi agen literasi cuaca di daerah masing-masing.
Eko menambahkan, kegiatan SLCN tidak berhenti pada sosialisasi semata, tetapi berlanjut dengan komunikasi aktif melalui Forum Grup Diskusi (FGD) antara alumni SLCN dan BMKG. Melalui forum tersebut, informasi cuaca dapat tersampaikan lebih cepat dan tepat sasaran, sekaligus menjadi sarana bagi nelayan untuk memberi masukan terkait akurasi data cuaca yang diterima.
"BMKG akan terus memperluas kegiatan serupa dengan menyesuaikan kebutuhan dan kearifan lokal. Misalnya untuk masyarakat pesisir yang berfokus pada budidaya rumput laut atau tambak garam, kami bantu dengan informasi cuaca dan iklim yang mendukung aktivitas mereka," pungkasnya.
EmoticonEmoticon