Trenggalek - Banjir bandang sempat merendam 30 desa yang tersebar di lima kecamatan di Trenggalek akibat curah hujan ekstrem hingga 300 milimeter. Debit air sungai juga mencapai level tertinggi dalam 15 tahun terakhir.
"Debit air sungai mencapai 750 meter kubik/detik ini tiga terbesar yang pernah terjadi, yaitu 90-an, 2006 dan 2022," kata kata Wakil Gubernur Jatim, Emil Dardak saat meninjau dampak banjir di Trenggalek, Rabu (19/10/2022) malam.
Sementara itu Direktur Utama Perum Jasa Tirta (PJT) 1, Raymond Valiant Ruritan, mengatakan dari pantauan alat pengukur instensitas curah hujan yang terpasang di tiga lokasi di Trenggalek menunjukkan lonjakan signifikan saat terjadi banjir, Selasa (18/10/2022).
"Tanggal 18 Oktober hujan sangat signifikan yang kita ukur di tiga lokasi, di Kampak, Bendungan dan Tugu. Curah hujan di Kampak itu mencapai 300 milimeter dalam waktu 24 jam," kata Raimond.
Sementara itu curah hujan di wilayah Bendungan tercatat 140 milimeter dalam 24 jam dan di Kecamatan Tugu tercatat 184 milimeter.
"300 milimeter itu sama dengan 30 cm, jadi kalau dikumpulkan tebalnya itu sama dengan penggaris yang biasa dipakai sehari-hari, tebal sekali hujannya," ujarnya.
Tingginya intensitas curah hujan di tiga lokasi tersebut mengakibatkan terjadinya lonjakan debit air di sejumlah anak sungai yang pada di Trenggalek, termasuk Sungai Tugu, Keser serta Prambon.
"Saat anak sungai hendak memasuki Sungai Ngasinan sudah tidak bisa lagi, sehingga terjadilah limpasan keluar dari sempadan sungai dan terjadi genangan di beberapa wilayah," imbuhnya.
Lonjakan debit air yang berasal dari Sungai Ngasinan, Tawing, Tugu, Sungai Bagong dan beberapa anak sungai lainnya dirasakan oleh pintu air Bendo.
"Pintu air Bendo ini sebagai pengendali debit di Sungai Ngasinan,," ujarnya.
Pada saat awal terjadinya peningkatan curah hujan debit air di pintu air Bendo tercatat 569 meter kubik/detik. Dengan peningkatan debit air kondisi Sungai Ngasinan masuk pada level siaga.
Debit air terus mengalami peningkatan hingga puncaknya menyentuh angka 750 meter kubik/detik.
Untuk mencegah terjadinya banjir yang parah, PJT 1 selaku operator pintu air Bendo berusaha melepaskan sebagian besar debit air ke parit raya, untuk selanjutnya dibuang ke laut melalui terowongan Niama Tulungagung.
Raimond mengaku sehari setelah terjadi banjir besar di beberapa wilayah Trenggalek, debit air sungai telah berkurang hingga 50 persen atau sekitar 265 meter kubik/detik.
"Tinggal separuhnya," imbuhnya.
Sementara itu dikonfirmasi terkait aliran banjir yang merembet ke wilayah timur Trenggalek dan Kecamatan Bandung Tulungagung, Raimond memastikan kondisi tersebut bukan luberan dari parit raya yang menuju Niama.
"Itu bukan limpasan dari parit raya sebenarnya, jadi ketika sudah masuk parit raya maka akan langsung dikirim ke terowongan Tulungagung selatan. Kita tentu tidak akan melepaskan debit air melebihi kapasitas parit raya," kata Raimond.
Kondisi banjir di Kecamatan Bandung Tulungagung maupun Kecamatan Durenan merupakan akibat dari limpasan sejumlah anak sungai sebelum pintu air Bendo.