Ratusan Petani Tembakau Tolak Pasal Kontroversial RPP Kesehatan


Tulungagung - Ratusan petani tembakau yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) menolak sejumlah pasal pertembakauan dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Petani tembakau khawatir akan hancur akibat pasal itu. 

Aksi petani tembakau dilakukan dengan membubuhkan tanda tangan pada spanduk petisi penolakan di Plumpung Garden, Desa Gesikan, Kecamatan Pakel, Tulungagung. 


Ketua APTI Tulungagung Nurhadi, mengatakan penolakan tersebut merupakan bentuk kekhawatiran, karena masih ada beberapa pasal pertembakauan yang dinilai tidak memiliki keperpihakan kepada para petani. Bahkan pasal tersebut cenderung mengancam eksistensi petani tembakau. 


"Terutama Pasal 457 ayat 7 dalam RPP Kesehatan. Dalam pasal itu petani tembakau akan dialihkan jenis tanamannya, ini sangat merugikan, karena sampai saat ini, di sini belum ada tanaman lain yang mampu memberikan hasil seperti tembakau pada saat kemarau," kata Nurhadi, Kamis (30/11/2023). 


Menurutnya dalam pasal tersebut berbunyi, Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian bertanggung jawab mendorong diversifikasi produk tanaman tembakau dan mendorong alih tanam kepada produk pertanian lain. 


"Jika itu disahkan maka tidak ada lagi tembakau yang ditanam oleh para petani, kami belum bisa mengalihkan tanaman," jelasnya. 


Menurutnya, jumlah area tanam tembakau di Tulungagung mencapai 1.017 hektare, dengan produksi rata-rata per hektare mencapai 1,5 hingga 2 ton tembakau kering. 


"Tapi kalau pengolahan tembakau basah menjadi kering, produksinya tiga kali lipat dibandingkan luas area tanam, karena perajin tembakau sini banyak yang mendatangkan dari daerah lain, seperti Jombang dan Magetan," imbuhnya.


Nurhadi menyebut tahun ini petani tembakau Tulungagung mendapatkan keuntungan melimpah, karena memasuki masa panen raya, di sisi lain harga tembakau cukup tinggi. 


"Saat ini harga tembakau Rp 75 ribu sampai Rp 135 ribu/kilogram," jelasnya. 


Tak hanya itu, pengetatan dan pembatasan terhadap produk tembakau juga akan mengancam ribuan puluhan ribu tenaga kerja dan usaha di Tulungagung. Sebab, selain petani, Tulungagung juga memiliki puluhan industri rokok. 


"Jumlah pekerja di pabrik-pabrik rokok Tulungagung ada sekitar 30 ribu orang. Pekerja di pabrik rokok tidak hanya dari Tulungagung tapi juga dari Kediri," jelasnya. 


Pihaknya mengaku akan berjuang semaksimal mungkin untuk mempertahankan eksistensi petani tembakau. Pihaknya menilai, tembakau tidak hanya terkait masalah kesehatan, namun di balik itu banyak dampak baik yang dirasakan oleh masyarakat. 


"Kami menolak, sampai pasal kontroversial itu dihilangkan," kata Nurhadi. 


Sementara Sekjen DPN Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Kusnasi Mudi, mengatakan ancaman sektor pertembakauan tidak hanya akan dialami para petani, karena pembatasan juga akan berlaku hingga pemasaran dan periklanan.


"Standard kemasan dalam RPP itu minimal dalam satu bungkus itu berisi 20 batang, tidak ada eceran. Kemudian juga larangan iklan di media cetak dan elektronik. Ini juga akan menggangu teman-teman periklanan dan industri kreatif," kata Kusnasi Mudi. 


Terkait upaya penolakan tersebut telah dilakukan sejak Agustus lalu. Pihaknya juga telah mendatangi lembaga dan kementerian terkait agar pembatasan produk tembakau tidak mematikan para petani. 


"Sebetulnya terkait RPP ini tidak ada masalah, namun yang menjadi masalah ada beberapa pasal, yaitu pasal 435 sampai dengan 460 yang bagi kami, masyarakat tembakau sangat merugikan," jelasnya. 


Share this

Related Posts

Previous
Next Post »